Dengan Tafakur
Menerima kebenaran dan menemukan kebenaran
adalah sesuatu yang berbeda. Menerima kebenaran
cukuplah dengan bertaqlid (mengikuti), sedangkan
menemukan kebenaran hanya akan diperoleh melalui
pemikiran yang mendalam. Firman Allah:
''Allah menganugrahkan al hikmah (kepahaman yang dalam
tentang Alquran dan As-Sunnah) kepada siapa yang Dia
kehendaki, dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu,
ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak.
Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali
orang-orang yang berakal. (Al Baqarah:269).
Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a. berkata: ''Janganlah kamu
mengenal dan mengikuti kebenaran karena tokohnya; tetapi
kenalilah kebenaran itu sendiri, niscaya kamu akan
mengetahui siapa tokohnya !''. Akan lebih baik bila kita
menemukan kebenaran dari hasil pemikiran sendiri daripada
menerima suatu kebenaran dari hasil orang lain.
Berpikir terbukti merupakan pelita hati, karena itu apabila ia
tidak dihidupkan maka hati akan gelap gulita. Orang yang
serius berpikir tentang apa-apa yang telah Allah ciptakan;
ataupun tentang sakratulmaut, siksa kubur, maupun
kesulitan-kesulitan yang akan dijumpai di hari kiamat kelak,
niscaya akan mendapatkan pencerahan jiwa.
Demikian besar keutamaaan bertafakur, sehingga
Rasulullah pun pernah bersabda: ''Bertafakur sejenak lebih baik
daripada ibadah satu tahun''. Mengapa Rasulullah bersabda
demikian? Hal ini semata-mata karena beliau ingin
menyelamatkan umatnya agar kelak tidak dijadikan untuk
isi neraka, sebagaimana peringatan Allah dalam Alquran:
''Dan sesungguhnya Kami ciptakan untuk (isi neraka jahanam)
kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati tapi
tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah),
mempunyai mata tidak dipergunakan untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), mempunyai telinga tidak
dipergunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah, mereka itu
seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lalai''. (Al-A'raf:179)
Walaupun keutamaan bertafakur sudah demikian jelasnya,
dan ancaman bagi yang tidak mau melakukannya sudah amat
tegasnya, tetapi mengapa sedikit sekali orang yang mau
betafakur? Hal ini penyebabnya antara lain karena mereka
membiarkan pikiran dan hatinya dibelenggu oleh kentalnya
masalah keduniawian. Ketika hati seseorang dipenuhi oleh
khayalan, impian mustahil, maka hidayah akan menjauh darinya.
Dengan demikian, selama orang tidak mau memangkas hal-hal
yang dapat merusak keseimbangan antara urusan dunia dan
akhirat di hatinya, maka selama itu pula ia akan lalai
untuk bertafakur.
Sesungguhnya buah dari tafakur adalah keyakinan-kayakinan
Ilahiyyah yang akan memudahkan kita dalam pengendalian diri
agar dapat selalu taat pada keinginan Allah dan Rasul-Nya.
Oleh karena itu banyak obyek yang dapat ditafakuri, antara lain:
- Bertafakur mengenai tanda-tanda yang menunjukan
kekuasaan Allah; akan lahir darinya rasa tawadhu (rendah hati)
dan rasa takzim akan keagungan Allah.
- Bertafakur mengenai kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah
berikan; akan lahir darinya rasa cinta dan syukur kepada Allah.
- Bertafakur tentang janji-janji Allah; akan lahir darinya
rasa cinta kepada akhirat.
- Bertafakur tentang ancaman Allah; akan lahir darinya
rasa takut kepada Allah.
- Bertafakur tentang sejauh mana ketaatan kita kepada Allah
sementara Ia selalu mencurahkan karunianya kepada kita,
akan lahir darinya kegairahan dalam beribadah.
Mengerti atau mengenal kebenaran saja tidaklah cukup.
Karena Alquran mengatakan orang yang terhindar dari kerugian
adalah mereka yang memenuhi empat kriteria:
1. Mengenal kebenaran.
2. Mengamalkan kebenaran.
3. Saling nasihat menasihati mengenai kebenaran.
4. Sabar dan tabah dalam mengamalkan serta mengajarkan kebenaran.
Tafakur merupakan jalan untuk mengenal/menuju Tuhan.
Indikator keberhasilan tafakur adalah timbulnya motivasi-motivasi
yang dapat memudahkan untuk taat melaksanakan aturan main
yang telah ditetapkan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Pengalaman telah membuktikan, pekerjaan sesulit apa pun akan
terasa menjadi ringan bila dilandasi dengan motivasi yang kuat.
Motivasi yang tercipta lewat tafakur ini sifatnya sangat individual,
artinya belum tentu dapat cocok bila digunakan oleh orang lain.
Rasulullah bersabda: ''Sebaik-baiknya yang tertanam
di dalam hati itu adalah keyakinan; sedangkan keyakinan
tidak bisa tertanam hanya melalui mata dan telinga saja, tetapi ia
harus dibenamkan ke dalam bawah sadar oleh akal''.
Dengan demikian dapatlah kiranya dimengerti, mengapa
ceramah agama atau pengajian yang kita ikuti seringkali tidak dapat
menambah keyakinan kita. Hal ini tiada lain karena kita hanya
menggunakan mata dan telinga saja, sementara akal dan hati
yang kita perlukan untuk mencerna, kita tinggalkan di rumah !
Interaksi antara pikir dan dzikir akan menghasilkan keyakinan-
keyakinan sebagai berikut :
- Tidak wajar bila kita stres pada waktu mengalami musibah,
bukanlah hal ini merupakan realisasi dari permintaan kita.
- Bila Allah memberikan musibah, sebenarnya yang ingin Dia
berikan pada kita adalah hikmah.
- Musibah adalah tanda cinta Allah kepada kita, yaitu Dia
memberikan peluang bagi kita untuk meningkatkan ketaqwaan,
bukankah manusia yang paling hebat itu
adalah yang paling taqwa?
No comments:
Post a Comment