Memahami Makna Hidayah
Hidayah
dalam Al-Quran sering diartikan
dengan 'petunjuk'. Namun, hidayah sering kali
pula diarahkan kepada amal-amal lahiriah
dan kasat mata. Padahal, amal-amal lahiriah itu
merupakan dampak yang terjadi akibat adanya
hidayah yang menghujam dalam kalbu,
karena hidayah yang demikian inilah yang telah
menyebabkan seseorang dapat melakukan
amal-amal lahiriah secara sempurna.
Amal lahiriah yang berdasarkan kepada iman yang benar
adalah amal yang tidak serakah dan tidak antusias
dengan ganjaran atau ancaman apa pun. Tetapi sebaliknya,
amal yang tidak dilandasi keimanan yang benar
maka amal ini terkesan mengharap imbalan dan takut
dengan ancaman yang menakutkan, meski di dalam niatnya
ia mengatakan lillaahi ta'ala (ikhlas semata karena Allah).
Andai Tuhan tidak menyediakan surga sebagai ganjaran,
atau tidak menciptakan neraka sebagai imbalan hukuman,
apakah kita masih mau beribadat kepada-Nya
dengan ikhlas lillaahi ta'ala? Bagi mereka yang
imannya benar, kata lillaahi ta'ala akan menghujam
sedemikian rupa di dalam kalbunya. Dan dalam
pengabdiannya kepada Allah, ia hanya berucap
"Hasbiyallaahu wanikmal wakil..." (Cukuplah Allah bagiku).
Kata ini, tentu terucap dari kadar keimanan tingkat tinggi,
tingkat keimanan yang didahului oleh hidayah yang
benar-benar dari Allah SWT Sekarang masalahnya
apakah hidayah itu?
Di dalam salat kita lebih dari 17 kali meminta kepada
Allah dengan kata " ihdinas shirathal mustaqiim"
(Tunjukilah kami ke jalan yang lurus). Arti kata "yang lurus"
ini, kadang diartikan dengan arti yang benar,
namun tidak tepat. Misalnya, lurus berarti
tidak berbelok-belok, lurus bermakna "yang benar",
lurus artinya "yang diridhai", atau lurus berarti
"tidak menyesatkan." Padahal, arti kata "lurus" itu,
secara ilmiah adalah "dua titik terdekat." Jadi,
yang kita mohon kepada Allah adalah hidayah untuk
ditunjukkan kepada jalan terdekat untuk "sampai"
kepada-Nya. Allah sudah menyatakan,
"Aku lebih dekat kepadanya melebihi dekatnya
urat leher." Kenapa kita tidak pernah sampai
kepada Allah?
Ada batas yang menghijab antara manusia dan Allah.
Tetapi, kalau hijab itu terangkat, maka tidak ada
batas lagi yang membatasi manusia dengan Allah.
Dan manusia pasti akan menyaksikan
kesempurnaan wujud Allah yang Mahasuci
dan Mahaagung, Mahagagah dan Mahaindah.
Inilah Iman yang benar, inilah pencerahan,
inilah puncak segala ilmu, inilah makrifatullah,
inilah ilmu ladunni dan inilah dia yang namanya hidayah.
Allah berfirman,
"Hai manusia, engkau harus berusaha
dengan ketekunan yang sebesar-besarnya hingga
sampai kepada Tuhanmu
lalu engkau menemuinya."(QS. 84:6).
Manusia yang tidak mampu memahami hidayah Allah,
ia akan kehilangan segala-galanya. Bahkan, ia akan
kehilangan dirinya sendiri dan akan dikembalikan
oleh Allah ke derajat yang paling rendah, lebih rendah
dari setan dan iblis atau dari binatang sekalipun.
Inilah yang diisyaratkan oleh firman Allah,
"Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik."
Artinya, karena dalam bentuk jasmani yang paling baik
di antara makhluk-makhluk Allah yang lain,
maka hanya manusia yang dapat menemui Tuhan.
Jika dalam bentuk yang paling baik ini dia tidak dapat
"menemukan" Tuhan. la terancam azab yang sangat pedih
dan akan dikembalikan oleh Allah ke derajat yang
paling rendah. Na'udzubillahi min dzalik.
Tugas manusia adalah mencari dan
menemukan diri sendiri seutuhnya sehingga dapat
menemukan Tuhannya.(KH. Rachmat Hidayat)
No comments:
Post a Comment