17 September 2006

Tujuh Jiwa Sholat

Ada tujuh tingkatan jiwa, tujuh posisi dalam shalat,
tujuh ayat dalam Surah Al-Fatihah, dan tujuh tingkatan
pengetahuan, yang semuanya berjalin saling
berkaitan dengan sangat indah. Lewat shalat, manusia
menyempurnakan jiwanya selapis demi selapis,
sebagaimana diisyaratkan di bawah ini.

  1. Jiwa yang memerintah. al-nafs al-ammãrah :

Al-Quran menyebut jiwa ini, "

... Sungguh, jiwa (manusia) menyuruh berbuat kejahatan ...
" (QS Yusuf [12]:53).

Jiwa ini ini ada dalam alam indera dan dikuasai oleh berbagai
hasrat dan keinginan dunia rendah. Perjuangan dalam
tahap-tahap awal Perjalanan Spiritual adalah
melawan al-nafs al-ammãrah. Al-nafs al-ammãrah adalah
islam tahap pertama, serupa dengan posisi berdiri (qiyam)
dalam shalat. al-nafs al-ammãrah berarti tahapan jiwa
melakukan perjalanan menuju Allah.

  1. Jiwa yang mencela. al-nafs al-lawwãmah :

Al-Quran menyebut jiwa ini,

"Dan Aku bersumpah demi jiwa yang mencela"
(QS Al-Qiyamah [75] : 2).

Jiwa ini menyadari dan mengetahui berbagai
kekurangannya. Perjalanan yang ditempuhnya adalah
demi Allah. al-nafs al-lawwãmah adalah anak tangga kedua
(iman) dalam tangga pengetahuan, serupa dengan
posisi rukuk dalam shalat. al-nafs al-lawwãmah telah
dipasang atas diri kaum sufi agung, untuk menjaga mereka
dari sikap membangga-banggakan diri.

  1. Jiwa yang terilhami. al-nafs al-mulhammah :

Al-Quran menyebut jiwa ini,

"Demi jiwa dan penyempurnaan-nya. Maka Dia
mengilhamkan kepada jiwa itu ..." (QS Al-Syams [91] : 7-8).

Jiwa ini menjauhkan manusia dari kejahatan dan
mampu melihat sarana yang akan mengantarkannya
menuju Kebahagiaan. Ia melakukan perjalanan di bawah
pengawasan Allah. al-nafs al-mulhammah adalah
anak tangga ketiga (ihsan) dalam tangga pengetahuan,
serupa dengan posisi berdiri kedua (itidal) dalam shalat.

  1. Jiwa yang tenang. al-nafs al-muthmainnah :

Al-Quran menyebut jiwa ini,

"Wahai jiwa yang tenang" (QS Al-Fajr [89] : 27).

Jiwa ini tenang karena beristirahat dalam keyakinan
terhadap Allah. Ia telah dipadukan kembali dengan Ruh.
al-nafs al-muthmainnah
melakukan perjalanan bersama
Allah. Ia adalah anak tangga ke-empat ("ilm al-yaqin)
dalam tangga pengetahuan, serupa dengan sujud (sajdah)
pertama dalam shalat.

  1. Jiwa yang ridha. al-nafs al-rãdhiyyah :

Al-Quran menyebut jiwa ini,

"Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha ..."
(QS Al-Fajr [89] : 28).

Jiwa ini ridha dengan dirinya sendiri karena keseimbangan
harmonis dari berbagai karakter mulianya. Jiwa ini
hilang dalam Allah dan melakukan perjalanannya di dalam
Allah. al-nafs al-rãdhiyyah adalah anak tangga ke-lima
("ayn al-yaqin) dalam tangga pengetahuan, serupa dengan
posisi duduk (jalsah) pertama dalam shalat.

  1. Jiwa yang diridhai Allah. al-nafs al-mardhiyyah :

Al-Quran menyebut jiwa ini, "

.. dan diridhai-Nya" (QS Al-Fajr [89] : 28).

Jiwa ini mengalami kebingungan dalam melakukan
perjalanan dari Allah. Kebingungan disini adalah keadaan
jiwa yang mengalami keadaan yang tidak pernah dialami
sebelumnya, yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.
al-nafs al-mardhiyyah
adalah anak tangga ke-enam
(haqq al-yaqin) dalam tangga pengetahuan, serupa dengan
posisi sujud (sajdah) kedua dalam shalat.

  1. Jiwa paripurna. al-nafs al-kãmilah :

Al-Quran menyebut jiwa ini,

"Masuklah dalam golongan hamba-hambaKu dan masuklah
dalam surgaKu". (QS Al-Fajr [89] : 29-30).

Inilah tahap terakhir (ke-tujuh) dalam perkembangan jiwa
menuju sang Jiwa (isbath al-yaqin), Inilah tahap Islam hakiki
ketika sang hamba terus menerus melakukan perjalanan
bersama Allah. al-nafs al-kãmilah serupa dengan posisi
duduk (jalsah) kedua dalam shalat.
al-nafs al-kãmilah dicapai dengan Rahmat Allah. (

Uraian mengenai tujuh gerakan dalam shalat di atas
menunjukkan tujuh tahap perjalanan jiwa manusia dalam
mencapai kesempurnaannya. Agar manusia dapat
menghambakan dirinya secara benar dan mampu secara
sempurna menjalankan perannya sebagai penabur rahmat
bagi semesta alam, maka Allah memberikan "kunci" bagi
setiap jiwa agar dapat berhubungan dengan-Nya
secara benar, sehingga dapat menghantarkannya kepada
keselamatan dan ridha Allah. Jika setiap muslim berupaya
mengerahkan segala daya dan kemampuannya dalam
menghadapkan dan membawa jiwa dan hatinya kepada Allah,
sebagaimana dalam makna-makna gerakan shalat di atas,
maka ia akan selalu melahirkan perilaku, sikap dan tutur
kata yang memancarkan sifat-sifat Kesucian, Keagungan
dan Kasih Sayang Allah. Dengan demikian dia termasuk
orang-orang yang benar-benar menegakkan shalat dan
bukan termasuk ke dalam kategori orang-orang yang
"lalai dalam shalatnya"
atau mereka yang dinyatakan dalam
Al-Quran, "Shalat mereka di sekitar Baitullah hanyalah siulan
dan tepuk tangan belaka ... ".

(Sungguh engkau berada dalam kelalaian tentang ini.
Maka Kami bukakan/hilangkan darimu apa yang menutupimu,
maka penglihatanmu
hari ini sangat tajam ) QS. Qaaf (50) : 22

Semoga Bermanfaat

15 September 2006

Dengan Cahaya-Mu

Bila tak mengenal diriku
Bagaimana bisa mengenal-Mu
Aku merasa tak kuasa
Berpikirpun tak berdaya
Beribu-ribu noda dan dosa
Telah mewarnai hari-hariku
Menodai langkah-langkahku
Hitam kelam hati ini
Gelap sudah hari-hari yang ku lalui
Sia-sia tak berguna
Tanpa tujuan pasti
Adakah makna haqiqi
Aku terus merenungi hidup ini
Aku bangkit dan bertaubat
Dan berkat ampunan dan rahmat-Mu
Aku mengenal-Mu
Dan mengenal diriku
Dengan Cahaya-Mu
Aku menyembah dan bersujud
Bersimpuh dihadapan-Mu
Andai tanpa cahaya-Mu
Tersesatlah entah kemana
Tak tahu jalan kembali
Pada-Mu Yaa Robbi aku memohon
Yaa Rahman Yaa Rahiim
Irhamna...Irhamna...Irhamna
Kasihanilah kami
Siramilah hati kami
Dengan Cahaya Hidayah-Mu
Setiap langkah-langkah ini selamanya
Amiin.

Salam Bahagia
Nur Khabib

12 September 2006

Tuhan Itu Ada

Seorang konsumen datang ke tempat tukang cukur
untuk memotong rambut dan merapikan brewoknya.
Si tukang cukur mulai memotong rambut konsumennya
dan mulailah terlibat pembicaraan yang mulai menghangat.
Mereka membicarakan banyak hal dan berbagai variasi
topik pembicaraan, dan sesaat topik pembicaraan
beralih tentang Tuhan. Si tukang cukur bilang,
" Saya tidak percaya Tuhan itu ada".

"Kenapa kamu berkata begitu ???" timpal si konsumen.
"Begini, coba Anda perhatikan di depan sana, di jalanan....
untuk menyadari bahwa Tuhan itu tidak ada.
Katakan kepadaku, jika Tuhan itu ada, Adakah yang sakit??,
Adakah anak terlantar?? Jika Tuhan ada, tidak akan ada
yang sakit ataupun yang kesusahan. Saya tidak dapat
membayangkan Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang
akan membiarkan ini semua terjadi."

Si konsumen diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon
karena dia tidak ingin memulai adu pendapat. Si tukang cukur
menyelesaikan pekerjaannya dan si konsumen pergi
meninggalkan tempat si tukang cukur. Beberapa saat setelah dia
meninggalkan ruangan itu dia melihat ada orang di jalan
dengan rambut yang panjang, berombak kasar
mlungker-mlungker-istilah jawa-nya", kotor dan brewok yang
tidak dicukur. Orang itu terlihat kotor dan tidak terawat.

Si konsumen balik ke tempat tukang cukur dan berkata,"
Kamu tahu,
sebenarnya TIDAK ADA TUKANG CUKUR."
Si tukang cukur tidak terima,

"Kamu kok bisa bilang begitu ??".
"Saya disini dan saya tukang cukur. Dan barusan saya
mencukurmu!" "Tidak!" elak si konsumen.
"Tukang cukur itu tidak ada, sebab jika ada,
tidak akan ada orang dengan rambut panjang yang kotor
dan brewokan seperti orang yang di luar sana",
si konsumen menambahkan.

"Ah tidak, tapi tukang cukur tetap ada!",
sanggah si tukang cukur. " Apa yang kamu lihat itu
adalah salah mereka sendiri, kenapa mereka tidak
datang ke saya", jawab si tukang cukur membela diri.
"Cocok!"-kata si konsumen menyetujui."
Itulah point utama-nya!.

Sama dengan Tuhan, TUHAN ITU JUGA ADA !,
Tapi apa yang terjadi... orang-orang
TIDAK MAU DATANG kepada-NYA,
dan TIDAK MAU MENCARI-NYA
.
Serta mendekatkan diri kepada-Nya.

Oleh karena itu banyak yang sakit, menderita
dan tertimpa kesusahan di dunia ini."

Si tukang cukur terbengong !!!!

Memahami Makna Hidayah

Hidayah

dalam Al-Quran sering diartikan

dengan 'petunjuk'. Namun, hidayah sering kali

pula diarahkan kepada amal-amal lahiriah

dan kasat mata. Padahal, amal-amal lahiriah itu

merupakan dampak yang terjadi akibat adanya

hidayah yang menghujam dalam kalbu,

karena hidayah yang demikian inilah yang telah

menyebabkan seseorang dapat melakukan

amal-amal lahiriah secara sempurna.

Amal lahiriah yang berdasarkan kepada iman yang benar
adalah amal yang tidak serakah dan tidak antusias
dengan ganjaran atau ancaman apa pun. Tetapi sebaliknya,
amal yang tidak dilandasi keimanan yang benar
maka amal ini terkesan mengharap imbalan dan takut
dengan ancaman yang menakutkan, meski di dalam niatnya
ia mengatakan lillaahi ta'ala (ikhlas semata karena Allah).

Andai Tuhan tidak menyediakan surga sebagai ganjaran,
atau tidak menciptakan neraka sebagai imbalan hukuman,
apakah kita masih mau beribadat kepada-Nya
dengan ikhlas lillaahi ta'ala? Bagi mereka yang
imannya benar, kata lillaahi ta'ala akan menghujam
sedemikian rupa di dalam kalbunya. Dan dalam
pengabdiannya kepada Allah, ia hanya berucap
"Hasbiyallaahu wanikmal wakil..." (Cukuplah Allah bagiku).
Kata ini, tentu terucap dari kadar keimanan tingkat tinggi,
tingkat keimanan yang didahului oleh hidayah yang
benar-benar dari Allah SWT Sekarang masalahnya
apakah hidayah itu?

Di dalam salat kita lebih dari 17 kali meminta kepada
Allah dengan kata " ihdinas shirathal mustaqiim"
(Tunjukilah kami ke jalan yang lurus). Arti kata "yang lurus"
ini, kadang diartikan dengan arti yang benar,
namun tidak tepat. Misalnya, lurus berarti
tidak berbelok-belok, lurus bermakna "yang benar",
lurus artinya "yang diridhai", atau lurus berarti
"tidak menyesatkan." Padahal, arti kata "lurus" itu,
secara ilmiah adalah "dua titik terdekat." Jadi,
yang kita mohon kepada Allah adalah hidayah untuk
ditunjukkan kepada jalan terdekat untuk "sampai"
kepada-Nya. Allah sudah menyatakan,
"Aku lebih dekat kepadanya melebihi dekatnya
urat leher." Kenapa kita tidak pernah sampai
kepada Allah?

Ada batas yang menghijab antara manusia dan Allah.
Tetapi, kalau hijab itu terangkat, maka tidak ada
batas lagi yang membatasi manusia dengan Allah.
Dan manusia pasti akan menyaksikan
kesempurnaan wujud Allah yang Mahasuci
dan Mahaagung, Mahagagah dan Mahaindah.
Inilah Iman yang benar, inilah pencerahan,
inilah puncak segala ilmu, inilah makrifatullah,
inilah ilmu ladunni dan inilah dia yang namanya hidayah.

Allah berfirman,
"Hai manusia, engkau harus berusaha
dengan ketekunan yang sebesar-besarnya hingga
sampai kepada Tuhanmu
lalu engkau menemuinya
."(QS. 84:6).

Manusia yang tidak mampu memahami hidayah Allah,
ia akan kehilangan segala-galanya. Bahkan, ia akan
kehilangan dirinya sendiri dan akan dikembalikan
oleh Allah ke derajat yang paling rendah, lebih rendah
dari setan dan iblis atau dari binatang sekalipun.

Inilah yang diisyaratkan oleh firman Allah,
"Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik."
Artinya, karena dalam bentuk jasmani yang paling baik
di antara makhluk-makhluk Allah yang lain,
maka hanya manusia yang dapat menemui Tuhan.

Jika dalam bentuk yang paling baik ini dia tidak dapat
"menemukan" Tuhan. la terancam azab yang sangat pedih
dan akan dikembalikan oleh Allah ke derajat yang
paling rendah. Na'udzubillahi min dzalik.
Tugas manusia adalah mencari dan
menemukan diri sendiri seutuhnya sehingga dapat
menemukan Tuhannya.
(KH. Rachmat Hidayat)

10 September 2006

Sulitnya Menerima Kebenaran

Saya masih teringat pertanyaan seorang guru
agama saya diwaktu sekolah dulu, begini

"Kalau Qur`an mengatakan A, sedangkan
seluruh orang di dunia ini mengatakan B,
manakah yang akan kita ikuti ???"

Serempak kami menjawab,

"AAAAAAAAAAAAA..........................."

he..he..he... itu teorinya.

Di dalam prakteknya, ternyata sungguh-sungguh
sulit menerima apa yang dikatakan Qur`an, dan
meniadakan pendapat mayoritas manusia (umat).

Anda nggak percaya ??? Baik kita uji.

Mayoritas pendapat ulama yang ada di Indonesia
(dunia mungkin), bahwa Nama pohon yang buahnya
dimakan Adam adalah Pohon KHULDI.

Disebutkan diseluruh buku-buku yang bercerita
tentang Adam, di pengajian-pengajian,
Dan dimana saja, bahwa buah yang dimakan Adam
adalah buah dari pohon Khuldi.

Dan kalau ditanya, dasar mereka apa ?
Mereka akan menjawab, "Qur’an"

Maka perhatikanlah keterangan di dalam Qur’an,
Bacalah sekali lagi dan telitilah dengan jeli.
Bacalah dan periksa dengan seksama. Bacalah
dan amati dengan hati-hati.
Siapakah yang mengatakan bahwa pohon itu
adalah pohon KHULDI ???

Apakah Allah yang menyampaikan nama
pohon itu KHULDI ??

Ataukah Iblis yang mengatakan bahwa nama
pohon itu KHULDI ??

Padahal jelas perintah Allah itu,"Jangan ikuti
Iblis sebab Iblis itu adalah musuhmu yang nyata".
Lalu mengapakah kita mengikuti Iblis dengan
memakai istilah yang sama dengan Iblis ?

Pohon KHULDI ??

Allah hanya mengatakan pada Adam,
"Jangan dekati pohon ini".

Dan bukannya menyebutkan nama pohon itu
adalah KHULDI.

Lalu, sekarang manakah yang anda ikuti ?

Ikut orang banyak ?? Ataukah ikut Qur’an dan
perintah Allah untuk tidak mengikuti Iblis ??
itulah jawaban anda...he..he...he...

Tapi beranikah kita berbeda dengan
orang kebanyakan,

Apalagi berbeda dengan Ulama-ulama ?

Apalagi berbeda dengan buku-buku agama
yang ada sekarang ini?

dan ternyata memang sulit, seandainya QUR"AN
mengatakan A, sedangkan mayoritas orang
mengatakan B, ternyata kita sulit untuk
melepaskan diri dari pendapat mayoritas ini.
Benarlah dawuh Nabi,"Para penghuni surga
adalah orang-orang yang sedikit".

Saya masih punya banyak contoh yang mayoritas
orang berpendapat, tetapi berbeda dengan apa
yang disampaikan di Qur`an. Cukuplah satu contoh
di atas itu saja.

Maka perhatikanlah kisah Iblis ketika diperintahkan
Allah untuk sujud pada Adam.

Dapatkah ia menerima kebenaran ??
Sama saja sebenarnya, ketika di dalam proses
menerima satu ajaran thoriqoh, atau ketika kita
menerima ajakan untuk memasuki suatu thoriqoh,
maka yang pertama kali kita pasang adalah sikap
curiga, su`udzon dan yang berakhir pada sulitnya
kita menerima ajakan tersebut, dengan berbagai
macam dalih.

Perhatikan dalih-dalih yang seringkali digunakan
IBLIS (melalui akal pikir dan perasaan kita)
untuk menghentikan langkah kita disaat kita akan
mendekatkan diri pada Allah melalui thoriqoh.

1. Umur saya belum mencukupi, nanti saja kalau
sudah umur 40 tahun, saya akan belajar thoriqoh.

2. Saya belum menguasai syariat, lebih baik saya
menguasai syariat dulu, baru mendalami
melalui thoriqoh.

3. Jangan masuk thoriqoh, nanti bisa gila
atau nganeh-nganehi.

4. Jangan masuk thoriqoh, thoriqoh itu berat
pelaksanaannya, belum tentu kita mampu.

5. Thoriqoh itu mengada-ada ajarannya, bid`ah,
sesat dan menyesatkan, dholalah, dll.

6. Ajaran thoriqoh atau tasawuf itu bukan berasal
dari Islam, melainkan dari filsafat Yunani, hindu
dan serapan dari ajaran budha, maka lebih baik
kita kerjakan saja yang sesuai Islam yang murni,
yaitu yang begini-begini saja. Cukup sholat
5 waktu, tiap hari, kalau Romadhon puasa,
cukup itu saja.

7. Jangan masuk thoriqoh, di thoriqoh yang ada
adalah kultus individu.

Masakan kopi yang diminum sang mursyid
dibuat rebutan, bukankah itu syirik ??

Masakan berdoa memakai wasilah,
bukankah itu syirik ??

Bukankah kita dapat berkomunikasi langsung
dengan Alloh tanpa melalui wasilah ??

Cukuplah tujuh hal itu yang saya sampaikan
sebagai alasan yang paling sering dipakai oleh Iblis
agar kita TIDAK MEMULAI untuk belajar
mendalami Islam melalui tasawuf atau thoriqoh.
Mengapakah hal itu dilakukan oleh Iblis ??

Perhatikan dawuh Nabi,

"Iblis akan kesakitan, akan kurus kering, jika ada
orang yang dzikir LAA ILAAHAA ILLALLOH
dan membaca ASTAGHFIRULLOH".

Nah, karena di dalam ajaran thoriqoh itu yang
diajarkan adalah Dzikir LAA ILAAHAA ILLALLOH
dan diajarkan untuk bertaubat dengan
ASTAGHFIRULLOH,

maka tentu saja BENCANA BESAR bagi Iblis
jika kita masuk ke dalam thoriqoh.

Demikian pula yang saya alami ketika
di awal-awal proses saya akan memasuki
sebuah thoriqoh.

Begitu sulitnya bagi saya untuk menerima
sebuah kebenaran.

Maka saya jadi teringat proses Imam Ghozali,
tiga hari tiga malam beliau nggak bisa tidur
demi sulitnya menerima kebenaran.
(al-Munqid minadzdlolal),

saya juga teringat prosesnya Abdul Qodir jailani,
yang juga butuh waktu untuk dapat menerima
suatu Kebenaran.

Wahai ingatlah Saudaraku,

Jatuhnya Iblis yang sebelumnya adalah makhluk
yang KUAT IBADAH, selama 80.000 tahun ibadah,
hanya karena satu hal saja, jatuhlah dari ketaatan
menjadi kemurtadan.

Yaitu karena IBLIS

TIDAK MAU MENERIMA KEBENARAN.

Perintah Allah adalah KEBENARAN dan
ditolaknya perintah Allah, berarti ditolaklah

KEBENARAN.

Semoga menjadikan manfaat bagi yang sudah
menerima hidayah Alloh, dan bagi diri saya sendiri.

Salam Bahagia

Nur Khabib

09 September 2006

Wajah Bercahaya


Wajah-Wajah Yang Bercahaya
Bagaimanakah ciri-ciri orang yang bakal masuk Surga
atau masukNeraka? Salah satunya digambarkan Allah
lewat idiom cahaya. Orang-orang yang beriman dan
banyak amal salehnya, kata Allah, akan memancarkan
cahaya di wajahnya. Sebaliknya, orang-orang yang kafir
dan banyak dosanya akan 'memancarkan' kegelapan.
Hal itu dikemukakan olehNya di ayat-ayat berikut ini
QS Al Hadiid (57) : 12
"Pada hari dimana kalian melihat orang-orang beriman
laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka
memancar di hadapan dan di sebelah kanannya."
QS. Yunus (10) : 27
seakan-akan wajah mereka ditutupi oleh kepingan-
kepingan malam yang gelap gulita, mereka itulah
penghuni Neraka, mereka kekal di dalamnya.
Kenapakah orang-orang yang beriman dan banyak
pahalanya memancarkan cahaya, sedangkan yang
banyak dosa 'memancarkan' kegelapan alias
kehilangan cahaya? Ini memang rahasia yang sangat
menarik. Allah sangat sering menggunakan istilah
cahaya di dalam Al Qur’an. Dia mengatakan bahwa
Allah adalah cahaya langit dan Bumi (QS. 24:35).
Firman firmanNya juga berupa cahaya
(Qur’an QS. 4:174; Taurat QS. 5:44; Injil QS. 5:46).
Malaikat sebagai hamba-hamba utusanNya juga
terbuat dari badan cahaya. Dan pahala adalah juga
cahaya (QS. 57:19). Karena itu orang-orang yang
banyak pahalanya memancarkan cahaya di wajahnya
(QS. 57:12).
Kunci pemahamannya adalah di Al Qur’an Surat
An Nuur: 35. Di ayat itu Allah membuat perumpamaan
bahwa DzaNya bagaikan sebuah pelita besar yang
menerangi alam semesta. Pelita itu berada di dalam
sebuahlubang yang tidak tembus. Tetap di salah satu
bagian yang terbuka, ditutupi oleh tabir kaca Dari tabir
kaca itulah memancar cahaya ke seluruh penjuru dunia,
bagaikan sebuah mutiara. Pelita itu dinyalakan
dengan menggunakan minyak Zaitun yang banyak
berkahnya, yang sinarnya memancar dengan sendirinya
t
anpa disentuh api. Cahaya yang dipancarkan pelita itu
berlapis-lapis, mulai dari yang paling rendah
frekuensinya sampai yang tertinggi menuju cahaya Allah.
Ayat tersebut memberikan perumpamaan yang sangat misterius tetapi
sangat menarik. Dia mengatakan bahwa hubungan antara Allah dengan
makhlukNya adalah seperti hubungan antara Pelita (sumber cahaya)
dengan cahayanya. Artinya makhluk Allah ini sebenarnya semu saja.
Yang sesungguhnya ADA adalah DIA. Kita hanya 'pancaran atau
pantulan' saja dari eksistensiNya.
Nah, cahaya yang dipancarkan oleh Allah itu berlapis-lapis mulai dari
yang paling jelek (Kegelapan) sampai yang paling baik (Cahaya Putih
Terang). Allah telah menetapkan dalam seluruh ciptaanNya itu bahwa
Kegelapan mewakili Kejahatan dan Keburukan. Sedangkan Cahaya
Terang mewakili Kebaikan.
Maka, kalau kita ingin memperoleh kebaikan dan keberuntungan, kita
harus memperoleh cahaya terang. Dan sebaliknya kalau kita mempoleh
kegelapan berarti kita masuk ke dalam lingkaran kejahatan dan kerugian.
Yang menarik, ternyata 'cahaya' dan 'kegelapan' itu digunakan oleh Allah
di dalam firmannya sebagai ungkapan yang sesungguhnya. Misalnya
ayat-ayat yang saya kutipkan di atas. Bahwa orang-orang yang beriman,
kelak di hari kiamat, benar-benar akan memancarkan cahaya di wajahnya.
Sedangkan orang-orang kafir, justru kehilangan cahaya alias wajahnya
gelap gulita.
Dari manakah cahaya di wajah orang beriman itu muncul? Ternyata
berasal dari berbagai ibadah yang dilakukan selama ia hidup di dunia.
Setiap ibadah yang diajarkan rasulullah kepada kita selalu mengandung
dua unsur, yaitu ingat kepada Allah (dzikrullah) dan membaca
firmanNya yang berasal dari KitabNya.
Baik ketika kita membaca syahadat, melakukan shalat, mengadakan
puasa, berzakat, maupun melaksanakan ibadah haji.
Nah, dari kedua kedua unsur itulah cahaya Allah muncul. Bagaimanakah 
mekanismenya? Sebagaimana dikatakan di atas, bahwa Allah adalah
sumber cahaya langit dan Bumi. Maka ketika kita berdzikir kepada Allah,
kita sama saja dengan memproduksi getaran getaran cahaya. Asalkan
berdzikirnya khusyuk dan menggetarkan hati. Kuncinya adalah pada
'hati yang bergetar.
Hati adalah tempat terjadinya getaran yang bersumber dari kehendak jiwa. 
Ketika seseorang marah, maka hatinya akan berdegup keras. Semakin
marah ia, semakin kencang juga getarannya. Demikian pula ketika
seseorang sedang sedih, gembira, berduka, tertawa, dan lain sebagainya.
Getaran yang kasar akan dihasilkan jika kita sedang dalam keadaan
emosional. Sebaliknya getaran yang lembut akan muncul ketika kita
sedang sabar, tenteram dan damai.Ketika sedang berdzikir, hati kita akan
bergetar lembut. Hal ini dikemukan oleh Allah, bahwa orang yang
berdzikir hatinya akan tenang dan tenteram.
QS. Ar Raad (13) : 28
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah
lah hati menjadi tenteram.
Ketika seseorang dalam keadaan tenteram, getaran hatinya demikian
lembut. Amplitudonya kecil, tetapi frekuensinya sangat tinggi. Semakin
tenteram dan damai hati seseorang maka semakin tinggi pula
frekuensinya. Dan pada, suatu ketika, pada frekuensi 10 pangkat 13
sampai pangkat 15, akan menghasilkan frekuensi cahaya.
Jadi, ketika kita berdzikir menyebut nama Allah itu, tiba-tiba hati kita
bisa bercahaya. Cahaya itu muncul disebabkan terkena resonansi
kalimat dzikir yang kita baca. lbaratnya, hati kita adalah sebuah batang
besi biasa, ketika kita gesek dengan besi magnet maka ia akan berubah
menjadi besi magnetik juga. Semakin sering besi itu kita gesek maka
semakin kuat kemagnetan yang muncul daripadanya.
Demikianlah dengan hati kita. Dzikrullah itu menghasilkan getaran-
getaran gelombag elektromagnetik dengan frekuensi cahaya yang terus
menerus menggesek hati kita. Maka, hati kita pun akan memancarkan
cahaya. Kuncinya, sekali lagi, hati harus khusyuk dan tergetar oleh
bacaan itu. Bahkan, kalau sampai meneteskan air mata.
Unsur yang kedua adalah ayat-ayat Qur’an. Dengan sangat gamblang
Allah mengatakan bahwa Al Qur'an ada cahaya. Bahkan, bukan hanya
Al Qur’an, melainkan seluruh kitab-kitab yang pernah diturunkan
kepada para rasul itu mengandung cahaya.
QS. An Nisaa' (4) : 174
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari 
Tuhanmu, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan
kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur’an).
QS. Al Maaidah (5 ) : 44
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat, di dalamnya (ada)
petunjuk dan cahaya
QS  Al Maaidah (5 ) : 46
"Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil, sedang di dalamnya
ada petunjuk dan cahaya . . . "
Artinya, ketika kita membaca kalimat-kalimat Allah itu kita juga sedang 
mengucapkan getaran-getaran cahaya yang meresonansi hati kita.
Asalkan kita membacanya dengan pengertian dan pemahaman. Kuncinya,
hati sampai bergetar. Jika tidak mengetarkan hati, maka proses dzikir
atau baca Al Qur’an itu tidak memberikan efek apa-apa kepada jiwa kita.
Yang demikian itu tidak akan menghasilkan cahaya di hati kita.
Apakah perlunya menghasilkan cahaya di hati kita lewat kegiatan dzikir, 
shalat dan ibadah-ibadah lainnya itu? Supaya, pancaran cahaya di hati kita
mengimbas ke seluruh bio elektron di tubuh kita. Ketika cahaya tersebut
mengimbas ke miliaran bio elektron di tubuh kita, maka tiba-tiba badan kita
akan memancarkan cahaya tipis yang disebut 'Aura'. Termasuk akan
terpancar di wajah kita.
Cahaya itulah yang terlihat di wajah orang-orang beriman pada hari
kiamat nanti. Aura yang muncul akibat praktek peribadatan yang panjang
selama hidupnya, dalam kekhusyukan yang sangat intens. Maka Allah
menyejajarkan atau bahkan menyamakan antara pahala dan cahaya,
sebagaimana firman berikut ini.
QS. Al Hadiid (57) : 19
bagi mereka pahala dan cahaya mereka
Dan ternyata cahaya itu dibutuhkan agar kita tidak tersesat di Akhirat
nanti. Orang-orang yang memililki cahaya tersebut dapat berjalan dengan
mudah, serta memperoleh petunjuk dan ampunan Allah. Akan tetapi
orang-orang yang tidak memiliki cahaya, kebingungan dan berusaha
mendapatkan cahaya untuk menerangi jalannya.
QS. Al Hadiid (57) : 28
dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat
berjalan dan Dia mengampuni kamu.
QS. Al Hadiid (57) 13
"Pada hati ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata
kepada orang-orang yang beriman : "Tunggulah kami, supaya kami bisa
mengambil cahayamu." Dikatakan (kepada mereka): "Kembalilah kamu
ke belakang, dan carilah sendiri cahaya (untukmu). "Lalu diadakanlah
di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya
ada rahmat dan di sebelah luarnya ada siksa."
QS. Ali lmraan (3) : 106 - 107
"Pada hari yang di waktu itu ada muka yang menjadi putih berseri dan
ada Pula yang menjadi hitam muram. 'Ada pun orang-orang yang hitam
muram mukanya, (dikatakan kepada mereka) : kenapa kamu kafir
sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan
kekafiranmu itu.

"Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada
di dalam rahmat Allah, mereka kekal di dalamnya.
Jadi, selain wajah yang memancarkan cahaya, Allah juga memberikan
informasi tentang orang-orang kafir yang berwajah hitam muram.
Bahkan di QS. 10 : 27 dikatakan Allah, wajah mereka gelap gulita seperti
tertutup oleh potongan- potongan malam.
Dalam konteks ini memang bisa dimengerti bahwa orang -orang kafir
yang tidak pernah beribadah kepada Allah itu wajahnya tidak
memancarkan aura. Sebab hatinya memang tidak pernah bergetar
lembut. Yang ada ialah getaran-getaran kasar.
Semakin kasar getaran hati seseorang, maka semakin rendah pula
frekuensi yang dihasilkan. Dan semakin rendah frekuensi itu, maka
ia tidak bisa menghasilkan cahaya.
Bahkan kata Allah, di dalam berbagai firmanNya, hati yang semakin
jelek adalah hati yang semakin keras, tidak bisa bergetar. Seperti
yang pernah saya singgung sebelumnya, tingkatan hati yang jelek itu
ada 5, yaitu :
1. Hati yang berpenyakit (suka bohong, menipu, marah, dendam, iri,
dengki disb),
2. Hati yang mengeras.
3. hati yang membatu.
4. Hati yang tertutup. dan
5. Hati yang dikunci mati oleh Allah.
Maka, semakin kafir seseorang, ia akan semakin keras hatinya.
Dan akhirnya tidak bisa bergetar lagi, dikunci mati oleh Allah.
Naudzu billahi min dzalik. Hati yang:seperti itulah yang tidak bisa
memancarkan aura. Wajah mereka gelap dan muram.
QS. Az Zumaar (39) : 60
"Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat
dusta kepada Allah, mukanya menjadi hitam."
QS. Al An’am (6) : 39
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak,
bisu dan berada dalam gelap gulita
Seperti yang telah saya kemukakan di depan, bahwa ternyata kegelapan
itu ada kaitannya dengan kemampuan indera seseorang ketika
dibangkitkan. Di sini kelihatan bahwa orang-orang kafir itu dibangkitkan
dalam keadaan tuli, bisu, buta, dan sekaligus berada di dalam kegelapan.
Sehingga mereka kebingungan. Dan kalau kita simpulkan semua itu
disebabkan oleh hati mereka yang tertutup dari petunjuk-petunjuk
Allah swt.
QS. Al Hajj (22) : 8
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang
Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab yang
bercahaya."
QS. Al Maa’idah (5 ) : 16
dan (dengan kitab itu) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari
gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizinNya.
QS. Al A’raaf (7) : 157
dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya
(Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.
QS. An Nuur (24) : 40
dan barangsiapa tidak diberi cahaya oleh Allah, tidaklah ia memiliki
cahaya sedikit pun.
QS. At Tahriim (66) : 8
"Hai orang-orang yang beriman bertaubatlah kepada Allah, dengan
taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan
menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam
Surga yang mengalir di bawah nya sungai-sungai, pada hari ketika
Allah tidak menghinakan para nabi dan orang-orang beriman yang
bersama dengan dia, sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan
di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan : Ya Tuhan kami,
sempurnakanlah bagi kami cahaya kami, dan ampunilah kami,
sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
 

Salam Bahagia

Nur Khabib

08 September 2006

Wanita Sejati

Seorang anak laki-laki kecil bertanya kepada ibunya “Mengapa engkau menangis?"

"Karena aku seorang wanita", kata sang ibu kepadanya.

"Aku tidak mengerti", kata anak itu.

Ibunya hanya memeluknya dan berkata, "Dan kau tak akan pernah mengerti"

Kemudian anak laki-laki itu bertanya kepada ayahnya, "Mengapa ibu suka menangis tanpa alasan?"

"Semua wanita menangis tanpa alasan", hanya itu yang dapat dikatakan oleh ayahnya.

Anak laki-laki kecil itu pun lalu tumbuh menjadi seorang laki-laki dewasa, tetap ingin tahu mengapa wanita menangis.

Akhirnya ia menghubungi Tuhan, dan ia bertanya, "Tuhan, mengapa wanita begitu mudah menangis?"

Tuhan berkata:

"Ketika Aku menciptakan seorang wanita, ia diharuskan untuk menjadi seorang yang istimewa. Aku membuat bahunya cukup kuat untuk menopang dunia; namun, harus cukup lembut untuk memberikan kenyamanan "

"Aku memberikannya kekuatan dari dalam untuk mampu melahirkan anak dan menerima penolakan yang seringkali datang dari anak-anaknya "

"Aku memberinya kekerasan untuk membuatnya tetap tegar ketika orang-orang lain menyerah, dan mengasuh keluarganya dengan penderitaan dan kelelahan tanpa mengeluh "

"Aku memberinya kepekaan untuk mencintai anak-anaknya dalam setiap keadaan, bahkan ketika anaknya bersikap sangat menyakiti hatinya "

"Aku memberinya kekuatan untuk mendukung suaminya dalam kegagalannya dan melengkapi dengan tulang rusuk suaminya untuk melindungi hatinya "

"Aku memberinya kebijaksanaan untuk mengetahui bahwa seorang suami yang baik takkan pernah menyakiti isterinya, tetapi kadang menguji kekuatannya dan ketetapan hatinya untuk berada disisi suaminya tanpa ragu "

"Dan akhirnya, Aku memberinya air mata untuk diteteskan.

Ini adalah khusus miliknya untuk digunakan kapan pun ia butuhkan."

"Kau tahu:

Kecantikan seorang wanita bukanlah dari pakaian yang dikenakannya, sosok yang ia tampilkan, atau bagaimana ia menyisir rambutnya."

"Kecantikan seorang wanita harus dilihat dari matanya, karena itulah pintu hatinya – tempat dimana cinta itu ada."

Kirimkan ini kepada setiap wanita cantik yang Anda kenal hari ini untuk memperingati Bulan Sejarah Wanita.

Jika Anda lakukan, sesuatu yang baik akan terjadi.

Anda akan menambah harga diri wanita!

Setiap Wanita itu Cantik.


Tujuh Lembah Pencarian


1. Lembah Pencarian,

Tempat segala marabahaya akan mengancam dan perjalanan suci ini harus melepaskan keinginan-keinginan.

2. Lembah Cinta,

Wilayah tak terbatas, tempat sang Pencari sepenuhnya dilanda rasa rindu kepada Sang Kekasih.

3. Lembah Pengetahuan Intuitif,

Di sini hati menerima secara langsung pencerahan dari Kebenaran dan suatu pengalaman "bertemu" Tuhan.

4. Lembah Pemisahan,

Sang musafir akan terbebaskan dari segala hasrat dan ketergantungan.

Dalam percakapan burung merak terhadap burung bulbul, Aththar mengungkapkan ketiadagunaan puncak kegembiraan (ekstase), mistikus yang hanya menuruti percintaan itu sendiri, yang melarutkan diri mereka dalam kerinduan, yang memperturuti pengalaman ekstatik dan tidak menyentuh kehidupan manusia.

Burung bulbul yang penuh gairah itu dengan tidak tahan lagi maju ke depan. Dalam setiap siulannya yang sangat bervariasi, ia menyuarakan suatu misteri makna yang berbeda-beda. Ia mengungkapkan misteri-misteri dengan sangat mengesankan sehingga semua burung lainnya terpaku.

"Aku mengetahui rahasia-rahasia cinta," kata burung bulbul. "Sepanjang malam aku mengungkapkan rasa cintaku. Aku mengajarkan sendiri rahasia-rahasia itu. Lagu cintaku adalah ratapan seruling mistik dan kecapi. Akulah yang memekarkan bunga Mawar dan menggetarkan hati para pecinta. Dengan tiada henti aku mengajarkan misteri-misteri baru, setiap saat muncul nada-nada kesedihan baru, laksana gelombang di lautan. Siapa pun mendengarkanku lenyaplah kecerdasannya karena terpesona dan hilanglah kesadarannya. Bila aku sudah kehilangan rasa cintaku pada sang Mawar, aku meratap tiada henti ... Bila sang Mawar kembali ke dunia di musim panas, hatiku begitu suka-ria. Rahasia-rahasia cintaku tidak diketahui mereka -- namun sang Mawar mengenal mereka. Yang aku pikirkan hanya sang Mawar, yang aku rindukan hanya Mawar merah delima."

"Untuk menggapai Simurgh adalah di luar kemampuanku -- cinta pada sang Mawar sudah cukup bagi burung bulbul. Karenaku Mawar menjadi mekar ... Mungkinkah burung bulbul hidup satu malam pun tanpa Sang Kekasih?"

Burung merak berseru, "Hai ... orang yang tertinggal, yang hanya sibuk mengurusi hal-ihwal! Tinggalkanlah kesenangan yang menggiurkan itu! Mencintai Mawar hanya akan menyusahkan hatimu. Betapapun indahnya bunga Mawar, keindahannya akan lenyap dalam beberapa hari. Mencintai sesuatu yang mudah layu hanya akan menyebabkan perubahan hati Manusia Sempurna. Bila senyuman bunga Mawar telah membangkitkan gairahmu, itu hanya akan menawanmu dalam kesedihan tiada henti. Dialah yang menertawakanmu di setiap musim semi sementara ia tidak merasa sedih - tinggalkanlah bunga Mawar dan warna merahnya (yang menggairahkan) itu!"

Dalam mengulas bagian ini, seorang guru Sufi mencatat bahwa Aththar tidak hanya menyinggung orang yang berpuas diri pada pencapaian ekstase tanpa melanjutkan tahap mistis berikutnya. Namun ia juga memberi arti ekstatik yang paralel, orang yang merasakan frekuensi cinta yang tidak sempurna, dan yang, meskipun dipengaruhi oleh cinta, ia tidak punya gairah hidup dan tidak dipengaruhi olehnya sehingga kehidupan (pribadinya) benar-benar mengalami suatu perubahan: "Inilah api cinta yang mencerahkan, yang berbeda kapan pun ia timbul, yang menggairahkan, yang menghidupkan jiwa. Benih (cinta) ini terpisah dari rahimnya dan lahirlah Manusia Sempurna, yang berubah dengan suatu cara yang khas sehingga seluruh aspek kehidupannya terangkat (mulia). Ia bukan berubah dalam arti wujud yang berbeda, namun ia adalah pribadi yang utuh dan keberadaan ini bisa dianggap sebagai manusia yang penuh gairah. Setiap perilaku (hatinya) tersucikan, terangkat pada tingkat yang lebih tinggi, tergetar oleh melodi yang lebih merdu, melantunkan nada yang lebih langsung dan hidup, mempertalikan hati laki-laki dan perempuan, yang lebih mencintai dan lebih membenci. Setiap gerak hatinya menyatu dengan suatu nasib, suatu ruang yang tentram dan kokoh, menyatu dengan hal-ihwal, yang melingkupi meskipun ia hanya mengikuti bayangan substansi cinta ini, sedemikian agung sehingga dapat mencapai pengalaman yang lebih nyata."

Pengulas tersebut (Guru Adil Alimi) juga mencatat bahwa perasaan-perasaan ini tidak menarik perhatian manusia pada umumnya. Perasaan-perasaan ini "diingkari oleh kalangan materialis, ditentang para teolog, diabaikan para pecinta, ditolak para ekstatis, diterima namun disalahpahami oleh teorisi dan pengikut Sufi". "Namun," lanjutnya, "kita harus mengingat qadam ba qadam (tahap demi tahap): 'Sebelum engkau meminum cawan kelima, engkau harus meminum cawan keempat, setiap cawan sama-sama enak'."

Ia menyadari bahwa hal-ihwal, baik yang lama maupun baru, tidaklah penting. Hal-ihwal yang telah dipahami itu tidaklah bernilai, sebab sang musafir melihat dimensi-dimensi baru dalam hal-ihwal itu. Ia memahami, misalnya, perbedaan antara tradisionalisme dan realitas, yang itu adalah suatu refleksi.

5. Lembah Kemanunggalan.

Di lembah ini sang Pencari memahami bahwa hal-ihwal dan gambaran-gambaran yang kelihatan berbeda baginya sebenarnya hanya satu.

6. Lembah Ketakjuban

Sang musafir merasakan kekaguman dan cinta. Ia tidak memahami pengetahuan dengan cara yang berbeda dari sebelumnya. Suatu perasaan yang disebut cinta, sekarang menggantikannya.

7. Lembah Kematian.

Di sini sang Pencari memahami misteri dan paradoks, individu yang memahami bagaimana "setetes kepribadiannya dapat bergabung dengan samudera, namun tetap mempunyai makna. Ia telah menemukan 'kedudukannya'."

Semoga Bermanfaat,

Salam Bahagia

Nur Khabib

07 September 2006

Kunci Perbendaharaan Langit dan Bumi

Maqalad As-Samawati Wal Ardh

Diriwayatkan bahwa Sayidina Usman bin Affan meminta informasi lebih jauh mengenai keputusan Allah tentang Kunci Perbendaharaan Langit dan Bumi ( disebut beberapa kali dalam Al Qur’an ). Nabi SAW berkata kepadanya:
“ Engkau telah memperoleh dariku sesuatu yang tidak seorangpun pernah meminta dariku sebelumnya.”

Kunci Perbendaharaan Langit dan Bumi adalah :

Laa ilaaha illalloh wallohu Akbar
Wa Subhanalloh walhamdulillah
Wa astaghfirulloh alladzii laa ilaaha illa huwa
wal Awwalu wal akhiru wadz dzohiiru wal baathinu
Yuhyi wa yumiitu
Wa huwa hayyu laa ya muutu
Bi ya dihil khoir
Wa huwa ala kulli syai’ing qodiir

Tiada Tuhan kecuali Allah dan Allah Maha Besar
Maha Suci Allah dan Segala Puji Bagi Allah
Dan Aku minta ampun kepada Allah
Dzat yang tiada Tuhan kecuali Dia
Dia yang Pertama dan Terakhir
Dia yang Maha Nyata dan Maha Gaib
Dia yang Menghidupkan dan yang Mematikan
Dia yang Maha Hidup dan yang tak pernah mati
Ditanganyalah segala kebaikan
Dia Maha kuasa atas segala sesuatu.

Nabi SAW melanjutkan “ Wahai Usman barangsiapa membacanya 100 x setiap hari akan di beri 10 kebaikan :

1. Seluruh dosanya di masa lampau akan di ampuni.
2. Di bebaskan dari api neraka.
3. Dua malaikat di tugaskan menjaga siang dan malam dari penderitaan dan penyakit.
4. Ia di beri Rezeki yang berkah.
5. Ia memperoleh pahala sebanyak orang yang membebaskan 100 budak keturunan Nabi Ismail AS.
6. Ia akan diberi pahala bacaan seluruh Al Qur’an, Zabur, Taurat dan
Injil.
7. Akan dibangunkan sebuah rumah di surga.
8. Ia akan di kawinkan dengan gadis surga yang shaleh.
9. Ia akan di beri Mahkota Kehormatan.
10. Permohonannya akan pengampunan bagi 70 kerabatnya akan dikabulkan..

“ Wahai Usman jika Engkau cukup kuat maka Engkau tidak akan melewatkan Dzikir ini seharipun. Engkau akan melebihi siapapun sebelum dan sesudah kamu.”

Sumber: Buku Penyembuhan cara Sufi, karangan Syaikh Hakim Mu’inuddin Chisyti. Penerbit lentera 2001

Salam Bahagia

Nur Khabib

Sunnah Rasul


Ma'rifat adalah modalku,

Akal adalah asal muasal agamaku,

Rasa cinta adalah alasku,

Rindu adalah kendaraanku,

Dzikrullah adalah kesenanganku,

Percaya diri adalah perbendahaanku,

Sedih adalah rekanku,

Ilmu adalah senjataku,

Sabar adalah pakaianku,

Zuhud adalah pekerjaanku,

Ridha adalah keuntunganku,

Yakin adalah kekuatanku,

Kejujuran adalah penolongku,

Taat adalah kecintaanku,

Jihad adalah akhlakku,

Dan kebahagiaanku adalah shalat.

Perjalanan Cahaya


Allah berfirman "Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang" (Mu'min:25).

Demikianlah sifat ketuhanan apabila diterapkan kepada hamba bukan berarti akan menunjukkan kemuliaan dan ketinggiannya, karena di sini terjadi penyamaan dari apa yang semestinya dimiliki oleh hamba berupa memerlukan menjadi apa yang semestinya dimiliki oleh Ilahiyah berupa pemberian.

Demikian apa yang terjadi dalam kisah Isra',

Kehambaan yang dimiliki oleh Rasulullah sudah sedemikian sempurna, bahkan telah dinisbatkan kepada Allah, yaitu sebutan "hamba-Nya", maka hak dari Ketuhanan adalah memberinya imbalan kepadanya dengan mengangkatnya menembus keghaiban dari Yang Ghaib. Ketika turun kehambaan Rasulullah s.a.w. hingga ke tingkat hamba yang haqiqi, maka diangkatnya ia ke atas kemuliaan ghaib.

Dari sini beliau menyaksikan kebenaran sebagai perseorangan. Cinta akan membangkitkan rasa memiliki, sehingga tidak lagi bisa memberikan. Seorang hamba mungkin mampu memberikan, namun ia telah terbatasi, maka di sana tidak nampak olehnya apapun kecuali nama
Dzat yang Maha Gahib itu.

Ketika wahyu diturunkan kepada Rasulullah untuk Isra', maka itu adalah ajakan bercengkerama, karena datang di malam hari. Bercengkerama adalah pembicaraan yang paling tinggi, karena di dalamnya mengandung ungkapan-ungkapan manis, mengandung petuah mengajak kepada kedekatan yang murni.

Tanda-tanda yang disaksikan oleh Rasulullah s.a.w. sebagian nampak di atas ufuk dan sebagian lagi ada dalam dirinya. Allah berfirman "Akan aku tunjukkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri" (Fussilat : 53),

"Dan di dalam dirimu (terdapat tanda-tanda kebesaran Allah) apakah kalian tidak menyaksikannya" (al-Dzariyat:21). Kedekatan (Jibril) kepada Rasulullah s.a.w. sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi (An-Najm:9) merupakan tanda-tanda yang nampak di ufuk yang membuktikan keberadaan maqam hamba dari Tuhannya dan menunjukkan maqam kecintaan (mahabbah) dan kedekatannya kepada Allah, "Lalu dia (Jibril) menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan", inilah maqam bercengkerama dengan Yang Maha Ghaib.

Allah pun menegaskan "Nurani tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya" (An-Najm:11). Nurani yang diungkapkan dengan kata "fuad" adalah hati dari hati (qalb). Nurani bisa melihat, demikian hati bisa melihat. Hati bisa melihat mulai dari kebutaan lalu ia menerima kebenaran yang ditunjukkan dan didekatkan kepadanya, sesuai firman-Nya "Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, akan tetapi yang buta adalah hati yang di dalam dada" (al-Hajj: 46). Nurani tidak akan pernah buta karena ia samasekali tidak berhubungan dengan makhluk, ia hanya behubungan dengan Tuhannya,

dan dia berhubungan dengan Tuhannya semata melalui jalan ghaib yang paling tinggi, sesuai dengan maqam dan tingkatannya.

Itulah mengapa Allah menegaskan "Nurani tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya" (An-Najm:11).

Sering mata salah melihat, meskipun ungkapan ini hanya dari orang yang bodoh semata, karena yang salah melihat adalah pengendalinya bukan apa yang dilihat oleh panca indera. Mereka yang berkata mata telah salah lihat karena tidak sesuai dengan hakikat, maka ini berarti membohongi pemilik mata, karena sifat bohong tidak pernah terjadi pada mata.

Hamba yang ada pada kisah Isra' di atas, adalah hamba yang benar-benar hamba, yang disucikan dalam kehambannya. Begitu juga tentang Yang Maha Ghaib adalah puncak dari keghaiban. Tanda-tanda yang dilihatnya dalam dirinya, merupakan cernaan dari kehambaan hamba terhadap kaghaiban ghaib dengan menggunakan mata nurani, maka tidak ada seorangpun yang melihatnya.

Sedangkan tanda-tanda yang ada di ufuk adalah apa yang dilihat oleh Rasulullah s.a.w. pada bintang-bintang, langit, tangga-tangga naik, derikan Qalam, Singgasana dan Sidratul Muntaha. Ini semua menunjukkan bagaimana maqam hamba yang telah dikhususkan oleh Yang Maha Ghaib.

Allah mengingatkan "(Masjidil Aqsha) yang Kami Berkahi apa sekelilingnya". Allah tidak menyebutkan berkah Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha itu sendiri, karena sudah jelas, keduanya merupakan tempat berduyun-duyunnya manusia karena kemuliaannya.

Masjidil Haram kepada Masjidil Aqsha ibarat Sorga dan Neraka, "Sorga senantiasa dikelilingi dengan hal yang dibenci" seperti firman Allah: "Apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok" (al-'Ankabut:67).

Dan "Neraka senantiasa dikelilingi dengan nafsu syahwat", seperti firman Allah "Masjidil Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya".

Buah dari kisah perjalanan di atas adalah menyaksikan Yang Maha Ghaib. Allah berkata benar dan menunjukkan jalan yang benar.

SubhanalLoh WaalhamdulilLah Walailaha illalLoh WalLohu Akbar.

Salam Bahagia
Nur Khabib

Cahaya Tauhid

Al-quran adalah merupakan kitab suci yang telah disempurnakan dan diturunkan kepada rasul terakhir Nabi besar Muhammad SAW dan merupakan petunjuk hidup ( Way of life ) bagi setiap manusia yang hidup di dunia.

Al-quran akan menjadi hidup apabila orang yang membacanya mempergunakan akal dan pikir, hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW : " Akal pikiran adalah sumber agamaku "

Allah SWT tidak berkata-kata dengan manusia melainkan melalui wahyu sesuai dengan firman Allah SWTdalam surat Asy Syuuraa (QS.42 ayat 51).
Segala pertanyaan tentang kehidupan manusia di dunia dan alam semesta, bisa terjawab melalui dialog dengan Al-quran atau dengan kata lain kita berdialog dengan Allah melalui perantara Al-quran.

" Menyaksikan Dzat Allah sebelum mengucapkan syahadat adalah wajib bagi seluruh manusia "

Hal ini tersingkap sesuai dengan apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW saat menyaksikan Dzat Allah SWT pada waktu Isra' Mi'raj, berdasarkan peristiwa tersebut kita seharusnya mengikuti apa yang dilaksanakan oleh Beliau, karena setiap hamba Allah dapat melakukan Mi'raj (QS. 17 ayat 1) untuk menemui-Nya sesuai janji Allah dalam surat Al-Ankabut (QS.29 ayat 5).

Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

" ASYHADUALLA ILLAHAILLALLAH WA ASYHADUANNA MUHAMMADARUSULULLAH "
Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi Muhammad utusan Allah

Bersyahadat menurut Allah adalah melaksanakan suatu persaksian, hal ini tercantum di dalam Al-Quran : Surat Al-Ma'aarij - QS.70 ayat 33

" Wal ladziinahum bi syahaadaatihim qaaimuun "
Artinya : Dan orang-orang yang melaksanakan kesaksiannya

Dalam hal ini, persaksian tersebut bukan hanya sekedar ucapan melainkan memang harus dilaksanakan dengan cara menyaksikan atau perjumpaan dengan Dzat Allah SWT, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan seluruh Rasul Allah serta para Nabi.

Namun, kebanyakan manusia, bahkan sebagian besar para ulama berpendapat bahwa pertemuan dengan Allah SWT tidak mungkin bisa dilaksanakan pada saat manusia hidup di dunia, tetapi hanya bisa terjadi setelah terjadinya kiamat dan saat di akhirat Kita buktikan dengan mengkaji firman Allah pada Surat Al-Kahfi - QS.18 ayat 103-105, yaitu :

" Katakanlah , " Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling rugi perbuatannya ?"

" Yaitu orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedang mereka mengira bahwa mereka mengerjakan pekerjaan yang baik."

" Mereka itu ialah orang-orang yang kufur (ingkar) terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan terhadap perjumpaan dengan-Nya. Maka hapuslah amalan-amalan mereka. Dan kami tidak adakan timbangan bagi mereka pada hari kiamat."

Firman Allah SWT pada surat Al-An'aam - QS.6 ayat 31, yaitu :

" Sungguh merugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah, sehingga apabila datang kiamat kepada mereka dengan tiba-tiba

mereka mengatakan "Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami pada Nya", sedang mereka memikul dosa-dosa mereka di atas punggungnya. Alangkah buruknya apa yang mereka pikul itu."

Kalimat : " Sungguh merugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah, sehingga apabila datang kiamat kepada mereka dengan tiba-tiba " adalah merupakan keadaan pada saat kita masih hidup di dunia dalam menghadapi akhir dari kehidupan kita (kematian).

Sedangkan bagi mereka yang berpendapat bahwa perjumpaan dengan Allah SWT hanya bisa terjadi di akhirat, mereka akan merasakan azab sesuai firman Allah dalam surat Al-An'aam - QS.6 ayat 30, yaitu :

" Dan kalau engkau melihat ketika mereka dihadapkan kepada Tuhan mereka, Allah berfirman " Bukankah ini benar ? " Mereka menjawab, " Sungguh benar demi Tuhan kami! ", Allah berfirman, " Maka rasakanlah azab ini disebabkan kamu mengingkarinya."

Sebagian besar dari orang yang beragama Islam di dunia ini, menjadi Islam karena keturunan dan mereka yakin bahwa itulah yang paling benar. Seperti yang tercantum dalam surat Al-Baqarah - QS.2 ayat 170, yaitu :

" Dan apabila dikatakan kepada mereka, " Ikutilah apa yang diturunkan Allah ", mereka menjawab, " Kami hanya mengikuti apa yang kami dapati dari bapak-bapak kami ", biarpun bapak-bapak mereka tidak mengerti sesuatu dan tidak dapat petunjuk."

Mereka itu bersyahadat mengikuti seperti yang dilakukan bapak-bapak mereka, yaitu cukup dengan hanya mengucapkan secara lisan saja. Akan tetapi, kita sebagai umat yang beriman kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, seharusnya kita mencontoh teladannya Rasulullah SAW. Karena itu semua adalah merupakan perintah dari Allah, sesuai dengan surat Aali-'Imran - QS.3 ayat 31-32, yaitu :

Katakanlah, " Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu serta mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang ".
Katakanlah, " Taatlah kamu kepada Allah dan Rasulnya, tetapi jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tiada menyukai orang-orang kafir ".

Rasulullah SAW berjumpa dengan Allah pada saat Beliau melaksanakan M'iraj, oleh karena itu seharusnya kita juga berusaha mencari tahu bagaimana cara melaksankan Mi'raj untuk menemui-Nya. Dapatkah kita sebagai manusia biasa mampu menemui Dzat Allah SWT saat masih hidup di dunia ini ?
Kita perhatikan surat Al-Kahfi - QS.18 ayat 110, yaitu :

Katakanlah, " Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu hanyalah Tuhan Yang Esa. Maka barang siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan amal saleh dan janganlah dia mempersekutukan Tuhannya dalam beribadah dengan seorangpun ".

Kemudian kita perhatikan dalam firman Allah surat Al-Israa' - QS.17 ayat 1, yaitu :

" Maha suci Allah yang memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang Kami berkahi sekelilingnya agar kami memperlihatkan kepadanya sebahagian tanda-tanda Kami. Sesungguhnya Dia Maha Pendengar lagi Maha Melihat."

Kalimat " Maha suci Allah yang memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam " bermakna bahwa Allah akan memperjalankan bagi siapa saja yang Allah kehendaki. Siapakah mereka itu ?
Mereka adalah orang-orang yang sangat mengharapkan perjumpaan dengan Allah ( Liqaa Allah ), berbuat amal saleh dan tidak menyekutukan-Nya.
Rasulullah SAW menjumpai Allah SWT pada saat melakukan mi'raj dan ini berarti juga kita harus mencontoh Rasulullah SAW dalam menemui Allah SWT. Ilmu mengenai hal tersebut ialah Ma'rifattullah ( Ilmu mengenal Allah ).

Hadis Rasulullah SAW :
" Ma'rifat adalah modalku "

Sedikit sekali manusia yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya pada saat masih hidup di dunia, hal ini sesuai dengan firman Allah Ar-Ruum (QS.30 ayat 7-8) yaitu :

" Mereka mengetahui sesuatu yang tampak dari kehidupan di dunia, sedang mereka lalai tentang kehidupan akhirat "
" Dan tidaklah mereka memikirkan tentang diri mereka ? Allah tiada menjadikan langit dan bumi dan apa-apa di antara keduanya melainkan dengan sebenarnya dan waktu tertentu.

DAN SESUNGGUHNYA KEBANYAKAN MANUSIA INGKAR TERHADAP PERTEMUAN DENGAN TUHANNYA "

Dilanjutkan dalam surat Yuunus (QS.10 ayat 7-11), yaitu :

" Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami,

" Mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.

" Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh mereka diberi petunjuk oleh Tuhan karena keimanannya... "

" Maka Kami biarkan orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami itu bimbang di dalam kesesatannya. "

Perjumpaan itu pasti akan terjadi sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-'Ankabuut - QS.29 ayat 5, yaitu :

" Barangsiapa yang mengharapkan pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu Allah pasti datang. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. "


Dan surat Al-Insyiqaaq (QS.84 ayat 6), yaitu :

" Hai manusia, sesungguhnya engkau berusahalah sungguh-sungguh menuju kepada Tuhanmu, maka engkau akan menemui-Nya. "

Kesimpulan ; Seluruh ayat-ayat yang tercantum di atas merupakan bukti bahwa seorang manusia dikatakan telah beriman bila dia telah melaksanakan persaksian kembali dengan menyaksikan Dzat Allah

(Bersyahadat seperti yang dilakukan oleh Nabi Mulia Muhammad Saw).

" INNANII ANALLAAHU LAA ILAAHA ILLAA ANA FA' BUDNI WA AQIMISH SHALAATA LI DZIKRII "
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan melainkan Aku, Maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku

Shalat adalah merupakan perintah Allah agar kita mengingat Dzat-Nya, hal ini sesuai dengan firman allah dalam surat Thaahaa (QS.20 ayat 14) yaitu :

" Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku "

Pada kata : " Untuk mengingat-Ku " di dalam ayat tersebut di atas, bermakna bahwa sebenarnya ada sesuatu yang terlupakan oleh manusia setelah lahir di dunia ini, yaitu mengingat kembali perjumpaan kita dengan Dzat Allah.
Sebenarnya kita pernah berjumpa dengan Dzat Allah, bahkan kita pernah bersyahadat di hadapan-Nya saat berada di alam ruh. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-A'raaf (QS.7 ayat 172-173), yaitu :
Ayat 172 :

" Dan ketika Tuhanmu menjadikan keturunan Bani Adam dari tulang punggung mereka dan Allah mengambil kesaksian atas diri mereka, "Bukankah Aku ini Tuhanmu ?" mereka menjawab, "Betul, kami menjadi saksi." Yang demikian supaya kamu tidak mengatakan di hari kiamat, "Sesungguhnya kami orang-orang yang lalai tentang ini" Ayat 173 :

" atau agar kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya bapak-bapak kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang sesudah mereka..... "

Lalu Allah menurunkan petunjuk berupa kitab Al-quran untuk dibaca, dipahami dan diamalkan, agar manusia bisa kembali mengingat Dzat-Nya. Hal ini sesuai dengan surat Al-A'raaf (QS.7 ayat 174), yaitu :

" Dan demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat itu dan supaya mereka kembali. "

Kebanyakan dari manusia pada saat melakukan ibadah shalat berniat untuk menyembah Allah SWT,

namun kenyataannya setelah mengucapkan Takbiratul ihram yang kita ingat adalah bermacam-macam pikiran ( mulai dari pikiran kosong hingga hal-hal yang berisfat keduniawian ) dan ini berarti pada saat kita seharusnya menyembah Tuhan justru kita menyekutukan Tuhan.
Hal ini dilarang oleh Allah SWT, sesuai dengan surat Al-Jinn (QS.72 ayat 18), yaitu :
"......, maka janganlah kamu menyembah seorangpun selain Allah."


Selanjutnya kita kaji firman Allah dalam surat Al-Maa'uun (QS.107 ayat 4-6), yaitu :
" Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat "
" (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya "
" orang-orang yang riya "


Celakalah bagi orang-orang yang shalat karena lalai pada saat shalat mereka tidak menyembah Dzat Allah SWT. Hal ini bisa terjadi karena orang-orang tersebut belum pernah atau tidak mau mengenal Dzat-Nya pada saat hidup di dunia. Oleh sebab itu, kita diwajibkan mengenal kembali Dzat Allah SWT (Bersyahadat : Melaksanakan kesaksian, QS.70 ayat 33).

Hal ini sangat penting agar kita bisa benar-benar khusyu' di dalam shalat sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah (QS.2 ayat 45-46), yaitu :

" Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat ; dan sesungguhnya shalat itu berat, kecuali atas orang-orang yang khusyu' ,

" (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menjumpai Tuhan mereka dan sesungguhnya mereka akan kembali kepada-Nya "

" Haji adalah panggilan Allah untuk menemui-Nya, yang diwajibkan bagi manusia yang mampu mengadakan perjalanan kepada-Nya "

Untuk memahami rukun Islam tentang haji, kita wajib melaksanakan rukun Islam sebelumnya, yaitu bersyahadat (melaksanakan kesaksian - QS.70 ayat 33 ) yang benar.
Pada saat umat Islam mengadakan perjalanan menuju Baitullah, mereka mengumandangkan kalimat Talbiyah yang artinya :
" Ya Allah aku datang memenuhi panggilanMu "
Perjalanan haji adalah merupakan ibadah napak tilas Nabi Adam AS dalam melakukan perjumpaan dengan Kekasihnya atau yang dimaksud dengan Kekasih sejati adalah Allah itu sendiri.
Pada kalimat Talbiyah mengandung makna bahwa Allah memanggil kita untuk menemuinya atau berjumpa dengan Dzat Allah seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi Adam AS. Seharusnya bila kita diundang, maka kita wajib datang dan menjumpai yang mengundang.

Jika saudara berniat mendapatkan cahaya tauhid yang sebenar-benarnya kami siap menghantarkan untuk bisa bermusyahadah / menyaksikan dengan haqqul yakiin. (bukan sekedar wacana).

Dengan modal

Mau membuka diri ,

Sungguh-sungguh dan

Berdoa mengharap perjumpaan dengan Allah SWT.

saudara akan merasakan,mengalami keislaman sekaligus mendapatkan karunia yang besar. Sehingga saudara yang selama ini hanya menjalani islam (berada di jalan berarti belum sampai pada tujuan) bila sudah mengalami keislaman berarti saudara telah sampai dan menemukan hakekat yang sejati ( islam yang tunduk dan berserah diri / pantas disebut muslim sejati).



Salam Bahagia

Nur Khabib